Sunday, June 29, 2008
Selasa Bersama Morrie
Bagi Micth Albom, kesempatan kedua yang dia dapatkan itu adalah karena suatu keajaiban yang mempertemukannya kembali dengan mantan dosennya, Morrie, pada bulan-bulan terakhir hidupnya. Keakraban yang segera hidup kembali di antara murid dan guru itu sekaligus menjadi "kuliah" terakhir: kuliah tentang cara menjalani hidup.
Ini bukan kali pertama aku membaca buku ini. Tetapi aku sangat terinspirasi dari "kuliah" ini.
Kepada para guru yang pernah mendidikku, aku menghaturkan terima kasih.
Semoga, ilmu yang engkau berikan padaku, bisa aku bagi kepada murid-muridku.
Kalau di dunia bisnis MLM (multi level marketing), dalam dunia pendidikan pun akan ada multi level penyebaran ilmu. Semoga "guru"-ku akan menempati level tertinggi, mendapatkan amal jariah... aamiin...
Saturday, June 28, 2008
Mimpi Pasar Magelang
Waktu itu aku mengawali proses desain dengan mempelajari figure-ground kawasan. Aku mencari pola-pola yang ada. Menganalisis raut figure, mencari “garis” yang bisa menjadi acuan berdasarkan pola-pola pembentuk figure maupun ground-nya, menganalisis jalur pergerakan moda transportasi, hingga melihat potensi sungai sebagai river walk, merupakan tahapan yang aku lakukan. Aku membayangkan ruang saat melintasi jalan di depan pasar, yang bisa dimanfaatkan untuk “menyambut” orang yang akan datang memasuki Kota Magelang dari arah Jogja. Gubahan massa yang aku lakukan adalah dengan membuat grid yang sejajar dengan jalan eksisting di depan pasar, menumpuk di atasnya lagi grid yang sejajar dengan jalan masuk ke Magelang, meletakkan massa-massa di berdasarkan grid pertama, meletakkan massa lagi di atasnya mengikuti grid kedua, memotong massa, menjebol massa hingga seolah-olah massa tersebut ditembus jalan kecil yang miring menyerong hampir diagonal ke massa utama.
Di tepi sungai yang berbelok,
(Eh ini yang aku ceritakan desainku “jaman dulu” lho… Jadi maklum aja, kalo pertimbangan desainnya masih “segitu doang”, aku kan waktu itu masih banyak tulalitnya, nggak nge-dhong)
Pada waktu itu, aku benar-benar nikmati proses desainnya. Acara survey menjadi agenda yang aku nantikan. Nglembur sampai tidur di kampus sangat aku nikmati. Diskusi dengan temen-temen satu studio menjadi hal yang mengasyikkan bagiku. Herannya, saat itu aku tidak beroreintasi pada “ntar dapat nilai berapa ya?”. (Eh perlu diketahui, aku akhirnya dapat nilai A, yuuhuuuiii..! Aku pun girang banget! Aneh?!)
Sebenarnya, proses desain bagiku sama seperti merangkai mimpi. Tapi mimpi (baca: desain) ini lebih terukur dan “meruang”.
Ah... aku masih bermimpikah?
Thursday, June 26, 2008
Mimpi Masa Kecil
Gambar ini aku buat ketika aku kelas 1 Sekolah Dasar. Entah apa yang aku pikirkan ketika membuat gambar ini. Lihatlah tangan-tangan yang terbuka. Kecerahceriaan dan kehangatan penyambutannya. Sederhana, namun indah.
Melihat kembali gambar tersebut, membuat aku semakin ingin membuka hati dan pikiranku, untuk bisa berbagi dengan sesama. Semoga aku bisa mewujudkannya.
Monday, June 23, 2008
Sunday, June 22, 2008
Aku Bersyukur
Tuesday, June 17, 2008
Pulang
Pulang kampung bagiku seperti men-charge jiwaku yang lelah dalam berpetualang, menjalani roda kehidupan. Seperti memutar ulang waktu, saat aku bisa kembali ke masa kecil nan indah. Masa kecil yang penuh mimpi sederhana, dan aku bersyukur beberapa impian masa kecilku telah terwujud.
Pulang ke rumah, aku menyusuri kembali kisah tumbuh kembangku. Pulang ke rumah, aku termenung kembali di sudut favorit di rumahku. Dulu, aku selalu membingkai anganku (juga mimpiku) di sudut ini. Saat pulangku kali ini, bingkai itu telah usang, namun gambaran kehidupan yang terjadi dalam bingkai tersebut selalu dinamis. Aku bersyukur atas semua perjalanan kehidupan yang diberi-Nya. Entah mengapa, setiap aku pulang, selalu aku melihat bingkai ini. Dalam bingkai usang itu, aku pun kembali membuat impian baru untuk masa depanku. Kini jiwaku kembali segar.
Alhamdulillah...
Tuesday, June 10, 2008
Friday, June 6, 2008
Keluarga Besar Jurusan Arsitektur UNS
Monday, June 2, 2008
Silaturahmi
Pagi tadi, "kebetulan" terjadi lagi. Kebetulan ada seorang gadis yang menyapa, "Mbak-nya yang kemarin ke Lembah Hijau ya?". "Lho kok tau?" pertanyaan tersebut kujawab dengan pertanyaan. Ternyata Mbak Pipit, nama gadis tersebut adalah dokter hewan di Lembah Hijau Multifarm. Ceritanya jadi nyambung deh! Bukan hanya bercerita tentang sapi-sapi yang setiap hari di-gaul-i Mbak Pipit, ceritanya melebar. Dari hal ini aku jadi merasa "dunia ternyata sempit" ya. Silaturahmi jadi nyambung.
Kejadian seperti ini sebenarnya bukan yang kali pertama. Sering aku menyambung silaturahmi dengan beberapa orang yang dulunya "tidak kenal", hingga kenal, kenal sangat baik, bisa saling tau, saling tukar informasi dan pada tahapan tertentu bisa saling memahami. Mungkin orang "bule" menyebut perlunya net work untuk bisa mendapatkan atau mencapai sesuatu dalam bisnisnya. Tetapi, berdasarkan pengalamanku, aku sering sekali mendapat berbagai kemudahan kerena hubungan silaturahmi yang baik (tentu saja: secara kuantitas dan kualitas). Beberapa pekerjaan, aktivitas, ilmu, bahkan rejeki (orang suka menyebutnya penghasilan: uang, harta dan sebagainya) yang aku terima, jalannya atau salurannya adalah melalui silaturahmi yang baik.
Aku percaya, Allah yang memberi rejeki, dan rejeki tersebut tidak bisa diduga dari mana datangnya. Aku percaya, silaturahmi adalah salah satunya.
Senyum, dan sambung silaturahmi yuuuk....
Sunday, June 1, 2008
Mimpi tentang Bumi
Aku awalnya sekedar jalan-jalan saja, memanfaatkan waktu sebelum "libur" akhir pekan yang sebenarnya. Berbekal informasi bahwa ada yang menjual susu segar, aku mencoba menyusuri "susu" tersebut. (Oya.. aku penggemar susu, laktosaholic, eh apa pun namanya. Yang jelas, jika dalam satu hari aku tidak mengkonsumsi susu, aku bisa "sakaw", rasanya perut keroncongan sehari penuh, sugesti bahwa aku akan menjadi kurus kering bisa muncul di benakku... aneh..).
Apa yang aku temukan? Lebih dari sekedar susu!
Di Lembah Hijau, aku menyaksikan peternakan dan pertanian terpadu. Selain pasti menghasilkan produk pertanian dan peternakan, konsep ke depannya, bisa zero waste.
Tai-nya (kotoran-eek) sapi-sapi diolah menjadi kompos. Kompos bisa menyuburkan tanaman dan padi. Batang padi sisa panen yang sudah difermentasi untuk pakan sapi. Begitu seterusnya.
Wah, jika saat ini semua orang di bumi ini bisa konsisten menerapkan konsep zero waste, bumi yang sekarang kita pinjam dari anak-cucu kita, tidak perlu dipenuhi sampah yang menutupi permukaannya. Anak cucu generasi mendatang yang kini belum lahir, yang dari merekalah bumi ini kita pinjam, pasti akan senang menerima bumi mereka untuk kehidupannya kelak.
Hei..ingat! Bumi ini bukan bumi milik kita yang bisa kita wariskan ke anak cucu kita. Bumi ini justru bumi milik anak cucu kita generasi yang akan datang, bumi inilah yang sekarang kita pinjam dari mereka.
Mimpikah ini?
Semoga bukan mimpi.