Tuesday, May 20, 2008

Arti Kebangkitan

Apa arti kebangkitan bagiku? Aku mengajukan pertanyaan ini bukan sekedar meramaikan kemeriahan semangat “100 Tahun Kebangkitan Nasional” 20 Mei 2008. Aku justru bertanya “pada diriku sendiri” arti kebangkitan bagiku?


Banyak sekali retorika yang mengungkap kebangkitan, dengan segala formula yang beragam. Banyak pilihan yang ditawarkan untuk merenungkan arti kebangkitan. Tapi, bagaimana formula tersebut bisa berlaku untukku?


Aku yang pemimpi memaknai kebangkitan ketika aku terbangun dari tidur dan mimpiku. Mimpi buruk harus kuhapus saat aku terbangun. Mimpi indah akan aku gapai dalam kenyataan di rentetan perjalanan hidupku. Kebangkitan bagiku adalah juga saat aku terbangun dari kegagalan dalam menggapai mimpi. Aku tak akan membiarkan diriku dalam keterpurukan. Walaupun terkadang ada buliran air mata di atas duka dan luka. Sang waktu akan bergulir cepat menghapus air mataku, dan memberikan harapan baru. Mimpi di depan mata kembali terbentang, dan jalan untuk menggapainya semakin terang.


20 Mei 2008, harapan baru, bangkit dan berbuat menjadi manusia yang lebih baik.

Friday, May 16, 2008

Meraih Mimpi (bagian 4)

Saat merenungkan perjalanan hidup, ketika menembus angka tiga puluh lima, aku jadi pengin sedikit melongok ke masa lalu. Dari kecil, aku sudah gemar bermimpi. Mimpi khas anak kecil tentu saja. Namun ada beberapa mimpi yang baru aku sadari, bukanlah sekedar mimpi.
Setelah membaca buku "The Secret"-nya Ronda Bryne, aku jadi membandingkan apa yang telah aku alami. Hukum "rahasia" juga berlaku dalam hidupku. Ada hal-hal yang "aku capai", atau beberapa hal yang "aku menjadi" adalah sebagian dari mimpi-mimpi masa laluku.
Agak berbeda dari sudut pandang Bryne, aku memahami bukan alamlah yang mengantarkan aku pada keinginanku (baca: mimpi-mimpiku), tetapi ada Allah SWT yang menggerakkan alam semesta untuk bersatu padu mendukungku menggapai mimpiku. Tak penting membahas bagaimana cara Allah melakukannya, karena banyak cara-Nya tidak bisa dijabarkan dengan "penjelasan ilmiah".

Di titik ini, sejenak aku berhenti, untuk bersyukur atas segala karunia-Nya dalam perjalanan hidupku.
Namun aku pun tetap menjaga segalanya untuk perjalanan hidupku selanjutnya, yang masih merupakan "rahasia" bagiku.

Alhamdulillah...
Aku melanjutkan perjalanan hidupku dengan mengucap Alhamdulillah..

Thursday, May 15, 2008

Menuliskan Mimpi

Menuliskan mimpi menjadi hal yang mengasyikkan bagiku. Berbeda dengan pekerjaan yang aku hadapi sehari-hari, yang menuntut urutan data yang runtut, data dikumpulkan, dipilah dan dipilih, kemudian dibuat tulisan "ilmiah". Tulisan yang harus bisa menjawab seribu pertanyaan apa, mengapa, siapa, bagaimana dan seterusnya.
Tulisan tentang mimpi merupakan tulisan yang terbebaskan dari seluk-beluk data ilmiah ( atau apa pun namanya, yang harus dipertanggungjawabkan di depan para pakar). Aku bebas menuliskan mimpiku. Mungkin juga tanpa rasa malu (he..he.. emang nggak punya rasa malu dhiing..).

Tiap malam, di lelap tidurku, aku bermimpi. Kadang kala, ketika terbangun, aku bisa menceritakan kembali dengan berututan, jelas, detail, bahkan aku bisa menyebut setting tempatnya dengan jelas. (Kalo "dipaksa", aku juga bisa membuat setting tempatnya berikut background yang agak remang-remang, tapi warnanya jelas tertangkap oleh memoriku).
Namun, aku juga bisa lupa tentang mimpi yang aku alami dalam tidurku. Lenyap begitu saja ketika aku terbangun.

Ketika aku terbangun, nggak jarang aku "melanjutkan mimpi", karena seringkali aku bermimpi tentang hal-hal yang aku inginkan atau hal-hal memang ingin aku wujudkan. Seperti lingkaran tak berujung pangkal. Memimpikan hal yang diinginkan, menginginkan mewujudkan mimpi. Ah.. nggak usah dibahas di mana pangkal dan di mana ujung, tak penting bagiku.

Sewaktu aku kecil, aku hampir selalu menceritakan mimpiku (yang masih bisa aku ingat ketika terbangun) pada Ibuku, saudara-saudara, atau temen-temenku... (dan juga pada relawan yang sudi mendengarkan cerita mimpiku). Kebiasaan yang aneh? Entahlah...

Ayoooo kita bermimpi yuuuk...

Wednesday, May 14, 2008

ultah

10 mei kemarin, tiga puluh lima tahun yang lalu ....

Thursday, April 10, 2008

Wednesday, April 9, 2008

Senyum (bagian kedua)




Teori I: Senyum bisa menular.
Senyum bagiku bukan hal baru. Tapi baru kali ini aku kepikiran untuk menuliskannya. Teori tentang senyum yang bisa menular sudah terbuktikan dengan jelas. Setidaknya dalam pengalaman perjalanan bersepada yang aku ceritakan kemarin.

Teori II: Senyum bisa membuat kita lebih kreatif.
Aku bekerja di bidang arsitektur, yang jelas-jelas butuh kerja kreatif. Menurut sebuah buku psikologi populer yang pernah aku baca, pada kerja kreatif ini untuk memunculkan ide-ide inovatif dituntut kondisi otak yang ”flow”. Bagaimana caranya agar otak bisa mencapai kondisi ”flow”? Ternyata kuncinya sangat sederhana: SENYUM.
Teori ini sudah aku buktikan ketika mengajak mahasiswa-mahasiswaku membuat suatu desain. Saat diawali dengan senyuman, proses desain jadi lebih menyenangkan dan hasilnya bisa ditebak: ide-ide desain mereka beragam dan penuh inovasi!
Sering aku mengingatkan mahasiswa-mahasiswaku (dan juga mengingatkan pada diriku sendiri), untuk selalu mengawali proses desain dengan senyuman. Bahkan beberapa mahasiswa selalu berkata, ”OK..OK.., senyum, Bu...” Pesan yang sangat sederhana, tetapi cukup lekat di hati mereka.

Mereka tersenyum, dan aku pun membalas dengan senyuman.
(Hey....! Maaf saat ini senyumanku tidaklah tampak sempurna karena kawat orthodenti yang terpasang di gigiku, tapi yang jelas... senyumku tulus dari hatiku terdalam....)

Senyum. Semoga senyum bisa menjadi tambahan amal ibadah yang indah.... Aamiin...

Tuesday, April 8, 2008

Senyum (bagian kesatu)


:-)


Aku bukan “a morning girl”, nggak mudah bagiku setelah shalat Subuh harus segera “bangun” dan langsung melakukan aktivitas fisik. Biasanya aku ambil selimut lagi dan…z..z..zzz…melanjutkan mimpi. Nanti saat matahari agak tinggi, baru aku bangun, mandi dan mulai merajut hari.
Tapi Sabtu pagi ini, entah ada energi dari mana yang bisa mengeyahkan kantukku. Segera aku berganti baju, kemudian mengeluarkan sepeda.

Sepedaan pagi hari.
Cukup lama aku tidak melakukannya. Sepedaan, muter perumahan dan kampung di sekitar Jaten. Mengayuh sepeda kesayangan, santai, bisa tengak-tengok, liat kiri kanan. Dengan kecepatan yang tidak lebih dari 20 kilometer per jam, hal tersebut sangat mungkin dilakukan dengan aman. Namun hal yang paling menarik bagiku adalah: ketika ketemu dengan mbok-mbok yang mau pergi atau pulang dari pasar, bapak-bapak yang lagi di sawah, orang jualan di pinggir jalan, atau adik-adik kecil yang masih polos yang menanti datangnya pagi untuk bisa segera bermain. Ada hal ajaib yang aku rasakan, saat pertemuan-pertamuan itu dihiasi dengan senyuman.


Aku yang sekedar lewat, mencoba tersenyum. Kadang juga basa-basi doang. Tapi ternyata... dari mbok-mbok, pak-pak, dan adik-adik yang aku temui, senyumku tersebut sering kali dibalas dengan senyuman yang jauh lebih indah disertai sapaan yang sangat ramah, dan ketulusan senyum-senyum itu bisa aku rasakan. Upsh.. pagi yang indah, karena aku ditunjukkan bukti nyata bahwa senyum bisa menular! Hebatnya lagi, senyuman yang menular tersebut akan terpantul dengan senyuman yang lebih tulus.


Pagi yang indah, penuh dengan senyuman... bekal bagiku untuk bisa berakselerasi mengarungi hari, merajut hari untuk bisa mewujudkan mimpi.

Besok pagi bangun pagi lagi yaa.... tebarkan senyum, dan menuai senyuman yang jauh lebih indah.