Tuesday, May 27, 2008

Menjadi (Lebih) Terbuka

Mengenal lebih dalam diri sendiri, membuat aku menjadi bisa lebih menerima “kekurangan” dengan lebih legowo. Bukan sekedar bercerita “lebih” aku, tetapi aku bisa bercerita apa adanya.

Dengan adanya blog ini, aku bisa bercerita apa saja. Aku bisa lebih terbuka. Tidak perlu malu, toh yang aku tuliskan adalah ”masa lalu”ku. Karena sebenarnya ”aku” yang aku tulis, adalah aku beberapa menit yang lalu, aku beberapa jam yang lalu, atau aku beberapa tahun yang lalu, aku di masa lalu. Kalaupun bercerita tentang mimpi, aku tak tau variabel waktunya, apakah ”terjadi” saat dahulu, kini atau masa datang. Tak perlu dibahas, toh ”sekedar mimpi”. Kalo nggak suka, ya terjagalah, bangun dari mimpi.

Menjadi (lebih) terbuka, bukan vulgar. Aku ingin memiliki pikiran dan hati yang lebih terbuka, bukan raga yang terbuka. (Aku masih ”menghormati” UU Anti Pornografi dan Pornoaksi lho!)

Monday, May 26, 2008

Terima Kasih

Aku berusaha menjadi manusia yang bisa bersyukur. Hatiku menggumankan dan bibirku mengucapkan alhamdulillah... Sebentuk pujian atas segala karunia-Nya. "Terima kasih" untuk Sang Khaliq.


Perjalanan hidupku tak lepas dari hubunganku dengan makhluk-makhluk-Nya. Warna-warni kehidupan, hal yang aku dapatkan, dan pencapaian hidupku, semua karena bersatu padunya makhluk-makhluk yang digerakkan-Nya untukku. Selayaknya (atau sudah menjadi wajibnya) aku pun menyampaikan "terima kasih" kepada semua. Aku mengucapkan terima kasih untuk Ibu, kakak, keponakan, sahabat, teman, kerabat, tatangga dan semua atas semua yang terjadi dalam hidupku. Walaupun aku tahu, hal ini terkadang terasa berat untuk aku lakukan.


Namun aku punya kebiasaan untuk menuliskan ucapan "terima kasih" atas "sesuatu" yang terjadi dalam hidupku. Aku menuliskannya dalam buku kecil yang aku namai "THANKS BOOK". Jadi kalo aku "nggak sempat" mengucapkan terima kasih, aku ungkapkan di "THANKS BOOK"-ku.



Oiya, terima kasih ya....

Thursday, May 22, 2008

Mengenal diri sendiri

Bukan bermaksud PDOD (baca: Percaya Diri Over Dosis), bukan pula narsis, tetapi menyayangi diri sendiri menjadi hal yang penting bagiku. Ada paribahasa mengatakan: tak kenal maka tak sayang. Nah.. agar aku bisa menyayangi diriku sendiri, aku berusaha lebih dalam dan cermat untuk mengenali diriku sendiri.
Seiring putaran jam, hari, minggu, bulan dan tahun, kini aku mengenal diriku lebih dalam. Aku semakin nyaman menjalani hidupku. Aku mencintai diriku lebih mesra. Aku bisa menerima ”kekuranganku” dengan lebih legowo. Aku lebih jujur (setidaknya pada diriku sendiri). Aku menjalani waktuku lebih bermakna. Aku memiliki kesadaran waktu dan tempat dengan lebih indah.

Tapi di balik semua itu, secara jujur ku akui, aku pun punya ketakutan dalam mengenali dan menilai diri sendiri. Subyektifitas pasti ada dalam ber-aku-aku. (Coba saja, hingga kalimat ini, ada berapa “aku” dan “-ku” yang tertulis). Subyektifitas yang menginginkan untuk aku bisa dinilai “sempurna”, atau “pura-pura sempurna” tentu ada dalam benak dan hatiku. Tetapi aku pun letih jika harus berpura-pura selalu.

Ketakutanku terobati manakala aku bertemu dengan sahabat-sahabat sejatiku, yang bisa jadi mereka mengenali aku dengan lebih obyektif atau bahkan mengenali aku lebih dari aku mengenali diriku sendiri. Mereka adalah sahabat yang mampu dan mau memberikan kritik (mungkin pedas dan menyakitkan) serta masukan (yang akan berbuah manis dan menyegarkan). Hidup bersama mereka membuat aku lepas, tanpa harus berpura-pura. Aku menjalani hidupku dengan kejujuran.

Sahabat-sahabatku, terima kasih, telah membantu aku mengenal diriku sendiri.

Tuesday, May 20, 2008

Arti Kebangkitan

Apa arti kebangkitan bagiku? Aku mengajukan pertanyaan ini bukan sekedar meramaikan kemeriahan semangat “100 Tahun Kebangkitan Nasional” 20 Mei 2008. Aku justru bertanya “pada diriku sendiri” arti kebangkitan bagiku?


Banyak sekali retorika yang mengungkap kebangkitan, dengan segala formula yang beragam. Banyak pilihan yang ditawarkan untuk merenungkan arti kebangkitan. Tapi, bagaimana formula tersebut bisa berlaku untukku?


Aku yang pemimpi memaknai kebangkitan ketika aku terbangun dari tidur dan mimpiku. Mimpi buruk harus kuhapus saat aku terbangun. Mimpi indah akan aku gapai dalam kenyataan di rentetan perjalanan hidupku. Kebangkitan bagiku adalah juga saat aku terbangun dari kegagalan dalam menggapai mimpi. Aku tak akan membiarkan diriku dalam keterpurukan. Walaupun terkadang ada buliran air mata di atas duka dan luka. Sang waktu akan bergulir cepat menghapus air mataku, dan memberikan harapan baru. Mimpi di depan mata kembali terbentang, dan jalan untuk menggapainya semakin terang.


20 Mei 2008, harapan baru, bangkit dan berbuat menjadi manusia yang lebih baik.

Friday, May 16, 2008

Meraih Mimpi (bagian 4)

Saat merenungkan perjalanan hidup, ketika menembus angka tiga puluh lima, aku jadi pengin sedikit melongok ke masa lalu. Dari kecil, aku sudah gemar bermimpi. Mimpi khas anak kecil tentu saja. Namun ada beberapa mimpi yang baru aku sadari, bukanlah sekedar mimpi.
Setelah membaca buku "The Secret"-nya Ronda Bryne, aku jadi membandingkan apa yang telah aku alami. Hukum "rahasia" juga berlaku dalam hidupku. Ada hal-hal yang "aku capai", atau beberapa hal yang "aku menjadi" adalah sebagian dari mimpi-mimpi masa laluku.
Agak berbeda dari sudut pandang Bryne, aku memahami bukan alamlah yang mengantarkan aku pada keinginanku (baca: mimpi-mimpiku), tetapi ada Allah SWT yang menggerakkan alam semesta untuk bersatu padu mendukungku menggapai mimpiku. Tak penting membahas bagaimana cara Allah melakukannya, karena banyak cara-Nya tidak bisa dijabarkan dengan "penjelasan ilmiah".

Di titik ini, sejenak aku berhenti, untuk bersyukur atas segala karunia-Nya dalam perjalanan hidupku.
Namun aku pun tetap menjaga segalanya untuk perjalanan hidupku selanjutnya, yang masih merupakan "rahasia" bagiku.

Alhamdulillah...
Aku melanjutkan perjalanan hidupku dengan mengucap Alhamdulillah..

Thursday, May 15, 2008

Menuliskan Mimpi

Menuliskan mimpi menjadi hal yang mengasyikkan bagiku. Berbeda dengan pekerjaan yang aku hadapi sehari-hari, yang menuntut urutan data yang runtut, data dikumpulkan, dipilah dan dipilih, kemudian dibuat tulisan "ilmiah". Tulisan yang harus bisa menjawab seribu pertanyaan apa, mengapa, siapa, bagaimana dan seterusnya.
Tulisan tentang mimpi merupakan tulisan yang terbebaskan dari seluk-beluk data ilmiah ( atau apa pun namanya, yang harus dipertanggungjawabkan di depan para pakar). Aku bebas menuliskan mimpiku. Mungkin juga tanpa rasa malu (he..he.. emang nggak punya rasa malu dhiing..).

Tiap malam, di lelap tidurku, aku bermimpi. Kadang kala, ketika terbangun, aku bisa menceritakan kembali dengan berututan, jelas, detail, bahkan aku bisa menyebut setting tempatnya dengan jelas. (Kalo "dipaksa", aku juga bisa membuat setting tempatnya berikut background yang agak remang-remang, tapi warnanya jelas tertangkap oleh memoriku).
Namun, aku juga bisa lupa tentang mimpi yang aku alami dalam tidurku. Lenyap begitu saja ketika aku terbangun.

Ketika aku terbangun, nggak jarang aku "melanjutkan mimpi", karena seringkali aku bermimpi tentang hal-hal yang aku inginkan atau hal-hal memang ingin aku wujudkan. Seperti lingkaran tak berujung pangkal. Memimpikan hal yang diinginkan, menginginkan mewujudkan mimpi. Ah.. nggak usah dibahas di mana pangkal dan di mana ujung, tak penting bagiku.

Sewaktu aku kecil, aku hampir selalu menceritakan mimpiku (yang masih bisa aku ingat ketika terbangun) pada Ibuku, saudara-saudara, atau temen-temenku... (dan juga pada relawan yang sudi mendengarkan cerita mimpiku). Kebiasaan yang aneh? Entahlah...

Ayoooo kita bermimpi yuuuk...

Wednesday, May 14, 2008

ultah

10 mei kemarin, tiga puluh lima tahun yang lalu ....