Thursday, April 10, 2008

Wednesday, April 9, 2008

Senyum (bagian kedua)




Teori I: Senyum bisa menular.
Senyum bagiku bukan hal baru. Tapi baru kali ini aku kepikiran untuk menuliskannya. Teori tentang senyum yang bisa menular sudah terbuktikan dengan jelas. Setidaknya dalam pengalaman perjalanan bersepada yang aku ceritakan kemarin.

Teori II: Senyum bisa membuat kita lebih kreatif.
Aku bekerja di bidang arsitektur, yang jelas-jelas butuh kerja kreatif. Menurut sebuah buku psikologi populer yang pernah aku baca, pada kerja kreatif ini untuk memunculkan ide-ide inovatif dituntut kondisi otak yang ”flow”. Bagaimana caranya agar otak bisa mencapai kondisi ”flow”? Ternyata kuncinya sangat sederhana: SENYUM.
Teori ini sudah aku buktikan ketika mengajak mahasiswa-mahasiswaku membuat suatu desain. Saat diawali dengan senyuman, proses desain jadi lebih menyenangkan dan hasilnya bisa ditebak: ide-ide desain mereka beragam dan penuh inovasi!
Sering aku mengingatkan mahasiswa-mahasiswaku (dan juga mengingatkan pada diriku sendiri), untuk selalu mengawali proses desain dengan senyuman. Bahkan beberapa mahasiswa selalu berkata, ”OK..OK.., senyum, Bu...” Pesan yang sangat sederhana, tetapi cukup lekat di hati mereka.

Mereka tersenyum, dan aku pun membalas dengan senyuman.
(Hey....! Maaf saat ini senyumanku tidaklah tampak sempurna karena kawat orthodenti yang terpasang di gigiku, tapi yang jelas... senyumku tulus dari hatiku terdalam....)

Senyum. Semoga senyum bisa menjadi tambahan amal ibadah yang indah.... Aamiin...

Tuesday, April 8, 2008

Senyum (bagian kesatu)


:-)


Aku bukan “a morning girl”, nggak mudah bagiku setelah shalat Subuh harus segera “bangun” dan langsung melakukan aktivitas fisik. Biasanya aku ambil selimut lagi dan…z..z..zzz…melanjutkan mimpi. Nanti saat matahari agak tinggi, baru aku bangun, mandi dan mulai merajut hari.
Tapi Sabtu pagi ini, entah ada energi dari mana yang bisa mengeyahkan kantukku. Segera aku berganti baju, kemudian mengeluarkan sepeda.

Sepedaan pagi hari.
Cukup lama aku tidak melakukannya. Sepedaan, muter perumahan dan kampung di sekitar Jaten. Mengayuh sepeda kesayangan, santai, bisa tengak-tengok, liat kiri kanan. Dengan kecepatan yang tidak lebih dari 20 kilometer per jam, hal tersebut sangat mungkin dilakukan dengan aman. Namun hal yang paling menarik bagiku adalah: ketika ketemu dengan mbok-mbok yang mau pergi atau pulang dari pasar, bapak-bapak yang lagi di sawah, orang jualan di pinggir jalan, atau adik-adik kecil yang masih polos yang menanti datangnya pagi untuk bisa segera bermain. Ada hal ajaib yang aku rasakan, saat pertemuan-pertamuan itu dihiasi dengan senyuman.


Aku yang sekedar lewat, mencoba tersenyum. Kadang juga basa-basi doang. Tapi ternyata... dari mbok-mbok, pak-pak, dan adik-adik yang aku temui, senyumku tersebut sering kali dibalas dengan senyuman yang jauh lebih indah disertai sapaan yang sangat ramah, dan ketulusan senyum-senyum itu bisa aku rasakan. Upsh.. pagi yang indah, karena aku ditunjukkan bukti nyata bahwa senyum bisa menular! Hebatnya lagi, senyuman yang menular tersebut akan terpantul dengan senyuman yang lebih tulus.


Pagi yang indah, penuh dengan senyuman... bekal bagiku untuk bisa berakselerasi mengarungi hari, merajut hari untuk bisa mewujudkan mimpi.

Besok pagi bangun pagi lagi yaa.... tebarkan senyum, dan menuai senyuman yang jauh lebih indah.